Manusia diciptakan dengan
dilengkapi fisik, pikiran, hati dan nafsu. Siapa yang memenangkan
pikiran dan hatinya atas nafsu, maka keselamatan terjamin atasnya.
Sedangkan mereka yang menuruti nafsunya, terjamin baginya kesesatan
dalam lubang kenistaan; sengsara dunia dan akhirat.
Maka melemahkan hawa nafsu, adalah amalan
yang penting. Berikut cara yang dinasihatkan Imam Ibnul Qayyim
al-Jauziyah untuk melemahkan hawa nafsu sebagaimana terdapat dalam
‘Uddatush Shabirin.
Perhatikan Makanan Penguat Syahwat
Berhati-hati dan selektiflah terhadap
makanan. Bahwa makanan-makanan tertentu memang memiliki khasiat
membangkitkan nafsu (syahwat), sedangkan yang lainnya bisa
melemahkannya. Penting juga dipahami bahwa banyak makan atau memakan
semua jenis makanan adalah salah satu pemicu meningkat dan tak
terbendungnya syahwat.
Namun, jika upaya meninggalkan
makanan-makanan ini sulit dilakukan, tutur Ibnul Qayyim sampaikan
nasihat, “Jika tidak mampu, hendaklah segera berpuasa.” Sebab, “Puasa
dapat melemahkan dan menumpulkan ketajaman syahwat.
Hindari Pemicu Syahwat
Ialah pandangan yang tak terjaga.
Disebutkan bahwa pandangan adalah salah satu anak panah iblis. Dari
pandangan yang masuk ke dalam pikiran dan hati, maka ia akan
menggerakkan anggota tubuh. Dari pandangan inilah, hampir semua zina
bermula. Bukankah pemerkosaan yang keji bermula dari dilihatnya wanita
yang berpakaian tapi telanjang?
Maka, pasanglah perisai yang melindungi
diri dari jahatnya syahwat yang digerakkan lewat pandangan. “Adapaun
perisai itu,” tutur sosok ‘alim kenamaan ini, “adalah menahan pandangan,
mengelak, dan menghindari arah bidikan panah.”
Hibur Diri Dengan Yang Mubah
Jangan terlalu mengekang jiwa; sebab akan
sangat berbahaya jika jebol di tengah jalan. Maka Islam amat manusiawi
dalam hal ini. Syahwat tidak boleh dibunuh, tapi harus disalurkan dalam
pernikahan islami nan barokah. Hasrat akan harta juga tidak dilarang,
tapi diarahkan pada kerja menjaga diri dari meminta-meminta, anjuran
untuk meraup pahala sedekah yang mulia, dan kesadaran bahwa ada
ibadah-ibadah yang sarana utamanya adalah harta.
Sebab, hal yang mubah ini, terang Imam
Ibnul Qayyim, “Ia ibarat makanan kesukaan bagi kuda (hewan piaraan) yang
diberikan sesuai dengan kebutuhannya, agar ia tetap kuat untuk taat,
jinak kepada majikannya dan tidak macam-macam.”
Dalam upaya melemahkan hawa nafsu, dua
hal yang harus dilakukan secara seimbang adalah memperkaya ilmu dan
sungguh-sungguh dalam menjalankannya. Jika kedua hal ini tidak dilakukan
secara seimbang dan berkelanjutan, maka upaya tersebut akan sia-sia.
Nafsu akan berdampak buruk jika tidak
dikendalikan. Ia bisa lebih liar dari binatang buas; yang merusak, hanya
mengandalkan keinginan, dan mengabaikan apa pun demi menggapai apa yang
diinginkannya.
Aspek ilmu yang dibutuhkan dalam upaya
melemahkan hawa nafsu meliputi pengetahuan tentang manfaat jika nafsu
disalurkan kepada hal-hal yang dibolehkan dan dampak buruk jika nafsu
dibiarkan menuruti keinginan jahatnya. Sedangkan amal dalam upaya ini,
adalah sungguh-sungguh untuk mengejawantahkan setiap ilmu yang dipahami.
Cara melemahkan hawa nafsu sebagaimana
dinasihatkan oleh Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah terdiri dari lima kiat.
Pertama, memperhatikan makanan penguat nafsu. Kedua, menghindari pemicu
nafsu berupa mengumbar pandangan. Ketiga, menghibur diri dengan hal
mubah sesuai kebutuhan.
Lantas, apakah kiat keempat dan kelima?
Renungi Kerusakan Karena Menuruti Nafsu
Bayangkan jika manusia mengikuti perilaku
binatang yang hanya mengandalkan nafsu. Maka dalam kehidupan
sehari-hari, binatang hanya makan, kawin, tidur, begitu seterusnya. Yang
mereka lakukan tidak jauh dari perut dan alat kelamin. Mereka juga
melakukan itu di mana saja, kapan saja, dengan siapa saja.
Maka alangkah hinanya manusia yang
senantiasa perturutkan hawa nafsunya. Mereka hina sebab tak miliki malu
dan mengerjakan sesuatu sesuka nafsunya. Parahnya, jika hewan yang
kawin-misalnya-tidak pernah merekam dan menyebarkannya, maka manusia
yang laknat justru melakukan itu dengan bangga dan menjadi sumber
penghasilan.
Ketahui Hakikat Kegemaran Nafsu
Apakah kita sebagai manusia rela
disamakan dengan binatang bahkan yang lebih rendah dari itu? Apakah kita
rela disamakan dengan sosok yang memakan bangkai, padahal
binatang-binatang tertentu bahkan tak pernah mengonsumsi bangkai?
Itulah hakikat buruknya nafsu. Sebab ia
identik dengan keburukan, menjijikan, kotor, nista, laknat, tercela. Tak
ada kemuliaan bagi siapa yang memperturutkannya.
Maka pikirkanlah, jika ada seorang yang
cantik rupanya, tapi tubuhnya dijajakan dengan murah kepada siapa saja
yang mau. Bukankah amat menjijikan? Bahkan hewan-hewan yang tak berakal
itu, pernahkah anda menjumpainya menjajakan dirinya kepada sesama hewan
lalu minta bayaran?
Namun manusia yang lemah jiwa dan tertutup hatinya, bahkan memperdagangkan aurat mereka dengan harga yang sangat murah. [Pirman]
Sumber: kisahikmah.com
0 Komentar